Mengenang Teungku Abdullah Syafiie

Hari Ahad, 6 Agustus 2000, Panglima Perang AGAM, Teungku Abdullah Syafiie, mengunjungi salah satu salah satu markas GAM di pedalaman kabupaten Pidie. Di markas yang berjarak beberapa kilometer dari perkampungan penduduk tersebut berkumpul sekitar 500 prajurit AGAM.

“Sejak perjanjian Jeda Kemanusiaan diteken di Swiss 12 Mei lalu, semua pasukan AGAM kawasan barat Pidie berkumpul di markas ini,” kata seorang tokoh GAM di sana.  Tokoh AGAM yang menolak disebutkan identitasnya itu mengaku selama ini mereka menjalani latihan fisik dan pendalaman ajaran Islam, pengkajian ilmu politik, serta sejarah perjuangan bangsa-bangsa dunia melawan penjajahan. 

Panglima Komando Pusat AGAM, Teungku Abdullah Syafiie, dalam amanatnya berbahasa Aceh ketika meninjau markas GAM tersebut, antara lain, menyatakan, “Masa telah berubah. Strategi perang secara militer sudah ketinggalan zaman. Sekarang, bangsa Aceh harus pintar mengurus masalah-masalah diplomasi di dunia internasional. Sekarang, perang yang paling berat adalah perang politik dan diplomasi.” 

Sesama bangsa Aceh, wejang Abdullah Syafiie kepada prajuritnya, kita harus benar-benar saling setia. Tentara Aceh Merdeka harus bersikap seperti tentara Islam. Jangan meniru sifat kaum penjajah. Jangan ambil contoh pada kaum imperialis dan kolonialis. “Jangan sampai saya dengar ada tentara Aceh Merdeka yang lebih kejam daripada tentara penjajah itu,” ujarnya mewanti-wanti. 

Hari ini, kata Abdullah Syafiie, tentara AGAM mendapat dukungan penuh dari rakyat Aceh. Baju yang mereka pakai milik rakyat Aceh. Makanan pun diberikan oleh rakyat Aceh. “Pulang jasa keu bangsa Aceh. Bek gata krang ceukang. Dengon bangsa droe teuh, bah that tatheun talo bacut gata hana hina. Yang bek ta tem talo ngon musoh teuh bangsa penjajah,” ujarnya dalam bahasa Aceh yang fasih. 

Tentara AGAM, menurut Abdullah Syafiie, adalah anak-anak rakyat Aceh. Oleh karena itu, ia minta jangan sampai jadi pengkhianat terhadap rakyat Aceh. Jangan sampai ada tentara AGAM yang memarah- marahi masyarakat. “Kalau ada di antara tentara Aceh Merdeka yang mengancam bangsa Aceh, akan kami kenakan sanksi militer,” tegasnya bernada mengancam.

Setiap tindakan pasukan AGAM, diingatkan juga harus mematuhi aturan-aturan perang, jangan sampai bertentangan dengan aturan perang (Hukum Humaniter Internasional) dan hak-hak asasi manusia. Hukum-hukum tersebut agar terus dipelajari, jangan sampai ada tentara AGAM yang melanggarnya. “Dengan tidak ada pelanggaran- pelanggaran terhadap hukum tersebut, insya Allah, Aceh akan segera merdeka,” katanya. 

Sekarang, lanjut Abdullah Syafiie, bukan zamannya lagi kita berperang dengan senjata. Kita harus mampu memerdekakan Aceh melalui perang politik dan diplomasi. “Dengan penandatangan JoU di Swiss, kemerdekaan sudah kita raih 50 persen,” simpulnya.

  Abdullah Syafiie mengatakan untuk sementara ini kepada pasukan AGAM tidak diberikan senjata. “Senjata akan diberikan kembali nanti setelah Aceh sudah merdeka, tujuannya untuk mempertahankan kemerdekaan. Kalau hari ini kami kasih senjata, nanti negeri Aceh akan menjadi debu,” katanya. 

Sekarang, kata Abdullah Syafiie melanjutkan, perjuangan untuk memerdekaan Aceh, 80 persen harus dilakukan melalui politik dan diplomasi. Hanya 20 persen boleh dengan kekuatan militer. “Itu pun jika dipandang perlu,” katanya.  Abdullah Syafiie mengharapkan seluruh tentara Aceh Merdeka agar sungguh-sungguh mempelajari hukum-hukum internasional. Tidak akan menang sebuah perang dengan hanya mengandalkan kekuatan militer.

“Sebuah perang akan menang dengan kekuatan-kekuatan hukum, kekuatan politik, dan kekuatan diplomasi,” wejangnya. Walaupun demikian, ujar Abdullah Syafiie, jika perang secara militer terpaksa dilakukan, maka diingatkan tidak ada seorang pun tentara AGAM yang mundur dari medan pertempuran.

“Akan tetapi, kalau memang dipandang perlu, bukan hanya kepada tentara laki-laki, kepada yang perempuan pun akan diberikan bedil,” katanya. Oleh karena itu, Abdullah Syafiie meminta kepada tentara AGAM agar tidak takut kalau sesewaktu dipanggil untuk berperang. “Sudah berapa banyak bangsa Aceh ditangkap, dianiaya, dibunuh, dan diperkosa. Daripada berputih mata, lebih baik berputih tulang berkalang tanah,” ujarnya bersemangat. 

Abdullah Syafiie sangat optimis bahwa bangsa Aceh akan kembali merebut kemerdekaan. “Bangsa Aceh sanggup mengusir penjajah Belanda, kenapa yang lain tak sanggup?” tanya dia. “Coba lihat, bagaimana bangsa Vietnam sanggup mengalahkan Amerika. Begitu juga semangat jihad bangsa Afghanistan, sanggup mengalahkan negara raksasa Uni Soviet,” katanya menunjuk contoh.

 Abdullah Syafiie mengakui bahwa dalam hukum internasional, negara Aceh memang belum berdiri. Akan tetapi, dunia internasional, katanya, sudah memberikan perhatian terhadap perjuangan kemerdekaan Aceh. “Hari ini, ada bangsa Aceh sedang bersidang di Swiss membahas penentuan kemerdekaan bangsa Aceh,” katanya. 

Kepada tentara AGAM yang selama ini mendapat pembinaan di markas-markas, Abdullah Syafiie mengingatkan supaya memiliki darah Islam yang pemberani. Menjadi penyuluh masyarakat. Menjadi tongkat dan cermin bagi masyarakat.

“Pekerjaan yang baik tidak boleh berasal dari permulaan yang jelek,” ujarnya berfalsafah.  Pekerjaan bangsa Aceh menegakkan kemerdekaan, menurut Syafiie, dilindungi oleh hukum internasional dan PBB. Ketentuan PBB yang dikeluarkan tahun 1946, mengharamkan penjajahan di atas muka bumi.  Tapi, sampai sekarang masih ada yang menjajah bangsa Aceh. “Penjajahan melanggar keamanan dunia,” tukasnya.

“Setiap bangsa berhak atas kemerdekaan. Demikian disebutkan dalam Universal Declaration of Human Rights. Berdasarkan itu, kita nyatakan kepada masyarakat dunia internasional bahwa kita hendak berhukum dengan sistem hukum sendiri. Masyarakat internasional wajib menerima perjuangan kita karena keinginan kita ini sah,” papar Abdullah Syafiie.

”Anak-anakku semua, jika kalian dengar saudara-saudara kalian sudah mati syahid, segera sambung perjuangannya sampai Aceh merdeka. Begitu juga kalau kalian dengar saya sudah mati syahid, lanjutkan perjuangan ini,” pinta Abdullah Syafiie mengakhiri amanatnya. _ tim kontras  Sumber: Tabloid Kontras No. 97 Tahun II 9 Agustus – 16 Agustus 2000