Inong Balee Dalam Zaman Aceh

MEMANG tak terbantahkan, Aceh identik dengan perjuangan wanita-wanita perkasa. Banyak tokoh wanita hebat lahir di Aceh. Tahun 1400-1428, tercatat seorang raja wanita bernama Ratu Nihrasiyah memegang pemerintahan di Kerajaan Samudera Pasai.


Pada tahun 1585-1604 seorang perempuan bernama Laksamana Malahayati memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana Panglima Rahasia dan Panglima Protokol Pemerintah dari Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah IV. Malahayati tercatat memimpin perang melawan kapal-kapal dan benteng-benteng Belanda tanggal 11 September 1599, dan mendapat gelar Admiral untuk keberaniannya ini.


Pada zaman pemerintahan Sultan Alaudin Riayat Syah IV (memerintah tahun 1589-1604) tersebut, pernah dibentuk sebuah armada yang sebagian prajuritnya terdiri dari janda-janda (inong balee) pahlawan yang telah tewas. Armada ini dipimpin Laksamana Malahayati. Dalam buku "Vrouwelijke Admiral Malahayati", penulis wanita Belanda Marie van Zuchtelen menyebutkan bahwa armada ini terdiri dari sekitar 2.000 prajurit perempuan yang gagah, tangkas dan berani.


Demikian pula pada masa pemerintahan Sultan Muda Ali Riayat Syah V (1604-1607), pernah dibentuk "Suke Kaway Istana" atau Resimen Pengawal Istana yang terdiri dari "Si Pai Inong" (prajurit-prajurit wanita) di bawah pimpinan dua perempuan yaitu Laksamana Leurah Ganti dan Laksamana Muda Tjut Meurah Inseuen. Dua pimpinan inilah yang berhasil membebaskan Iskandar Muda dari tawanan Alaidin Riayat Syah V.

Kebelakang lagi, kita mengenal Sri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Syah, Sri Ratu Nur Alam Nakiatuddin Syah, Sri Ratu Inayat Syah Zakiatuddin Syah, dan Sri Ratu Kumala Syah. Hingga yang lebih disebut heroik semacam Cut Nyak Dien yang adalah keturunan dari bangsawan putri Nanta Seutia Raja Ulebalang Mukim. Serta Cut Meutia, yang lahir tahun 1870, aktif di daerah Pase bergerilya bersama suaminya melawan Belanda.

Hanya saja menjadi pertanyaan, kalau Laskar Inong Balee asuhannya GSA ini memang betul hebat, siapakah perempuan besar yang ada di belakangnya? Atau pihak GSA hanya memanfaatkan melankholitas sejarah perjuangan wanita terdahulu yang memang jelas berbeda dengan perjuangan saat ini? Dengan kata lain mereka hanya memanfaatkan wanita-wanita semata?

Lalu pertanyaan yang paling adalah: kemanakah wanita-wanita itu sekarang? Tidak ada yang tahu. Yang jelas, jika ada wanita yang tertembak dalam Darurat Militer kali ini, tidak akan ada yang mengaku dari Laskar Inong Balee. Mereka akan disebut sipil tak berdosa. (jones sirait)