Doa "Adik" Cristiano Ronaldo Dari Tibang

Senyum fans "Setan Merah" Manchester United bukan hanya milik penghuni The Theatre of Dreams. Bocah ajaib dari Tibang, Martunis

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Kearifan dari Ujung Sumatra…

"Umong meuateung, lampoh meupageu, rumoh meuadat, pukat meukaja"

BAHARUDDIN nama pria itu. Usianya lima tahun lagi baru genap setengah abad. Posisinya Panglima Laot Lamteungoh, Kecamatan Peukan Bada, Aceh Besar. Sudah lima tahun terakhir 'jabatan' adat itu di pundaknya. Tugas adatnya sedikit berat.

Bahar, begitu dia disapa juga rangkap 'jabatan'. bukan hanya dikenal sebagai Panglima Laot. Dia juga keusyik atau kepala desa di kampungnya."Saya hanya menjalankan kepercayaan masyarakat," katanya kepada Waspada di Desa Lamteungoh baru-baru ini.

Kepercayaan itulah yang terus dilakoni pria yang seluruh anggota keluarganya tewas dalam musibah dahysat tsunami. Gelombang gergasi itu merenggut semuanya. Tapi tidak semangat hidup lelaki kulit gelap itu. Tugasnya adalah menegakkan aturan adat untuk para nelayan.

Semangat itulah yang dia usung untuk menjaga kembali lingkungannya pascatsunami. "Umong meuateung, lampoh meupageu, rumoh meuadat, pukat meukaja—sawah ada pematangnya, kebun ada pagarnya, rumah ada tata tertibnya dan jaring ada tandanya," tukasnya sembari mengutip sebuah petitih Aceh.

Karena itu, pascatsunami dia berharap, untuk mengelola kembali lingkungan Aceh, semua elemen perlu berpaling ke belakang. Ada kearifan lokal yang dilanggar. "Aceh punya pola sendiri dalam mengatur masalah ini," ujarnya.

Kearifan yang dimaksud Bahar—begitu dia disapa, bukan hanya di laut, tapi di blang (sawah), gle (ladang) dan uteun (hutan). Uniknya, masing-masing 'lembaga' adat itu punya struktur tersendiri. "Ini sudah ada sejak zaman Kerajaan Aceh dipimpin Iskandar Muda," sambung Pawang Hasan, Panglima Laot Lhong, Aceh Besar.

Dalam tatanan adat itu, nama di laut disebut Panglima Laot, Keujruen Blang di sawah, Peutua Seuneubok di ladang dan Pawang Uteun atau Panglima Uteun untuk yang mengawasi di hutan. "Selama ini yang masih eksis hanya Panglima Laut," kata Sulaiman Tripa, seorang peneliti masalah kebudayaan lokal di Aceh.

Katanya, lembaga-lembaga inilah yang punya wewenang untuk menjaga wilayah masing-masing. "Peutua Seuneubok itu punya wewenang untuk menjaga pinggiran hutan agar tak ditebang sembarang lalu dijadikan ladang," papar dia.

Peutua Seuneubok, tambah penulis Aceh itu juga bertugas mengawasi pembukaan ladang-ladang baru oleh masyarakat. "Masyarakat tak boleh sembarangan membuka ladang baru tanpa sepengetahuan Peutua Seuneubok," jelasnya.

Hal yang sama juga berlaku di sawah. "Keujruen Blang-lah yang mengatur masalah pembagian air bagi petani di sawah. Dia juga yang mengatur kapan warga turun ke sawah dan bagaimana teknik pembagian airnya," sambung dia.

Panglima Laot Provinsi Aceh, HT Bustaman malahan menilai, jika kearifan lokal yang sudah disebutkan tadi berjalan, "Saya kira sangat membantu pemerintah dalam menyelesaikan berbagai persoalan lingkungan di dalam kehidupan masyarakat," tambahnya.

Pawang Zakaria dari Krueng Raya, Aceh Besar juga mengatakan hal yang sama. "Bila semua komponen adat ini bisa berjalan normal, saya yakin tak perlu khawatir dengan lingkungan Aceh. Unsur inilah yang perlu dilibatkan dalam melestarikan lingkungan di Aceh," urai pria yang juga Panglima Laot itu.

Menurutnya, jika manusia tak serakah dan taat pada ketentuan adat, maka tak perlu dikhawatirkan. "Kalau kita taat pada adat, tak akan kejadian seperti di Aceh Tamiang," tukas dia. "Kearifan-kearifan itulah yang perlu dilestarikan," timpal Haikal, seorang aktivis Aceh lainnya.

Memang, sekira 23 Desember 2006 lalu, enam kabupaten di Aceh diserang banjir. Daerah itu adalah Aceh Tamiang yang melanda 12 kecamatan, Aceh Timur (5 kecamatan), Aceh Utara (16), Bener Meriah (3), Gayo Lues (5), dan Bireuen (3).

Data yang dilansir Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh belum lama ini menyebutkan tiap tahunnya hutan Aceh terus mengalami pengurangan luas akibat deforestrasi yang mencapai kurang lebih 20.796 ha per tahun. Selama tahun 2005-2006 diperkirakan deforestasi hutan Aceh mencapai angka 266.000 ha atau setara empat kali lipat luas Singapura dengan luas degradasi mencapai 2,2 juta ha, setara 44% dari total luas daratan Aceh.

Menurut Walhi, laju pengurangan luas hutan ini disebabkan oleh makin tingginya aktivitas pembalakan liar yang dipicu oleh proses rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh. Kerusakan hutan ini juga diikuti oleh rusaknya Daerah Aliran Sungai (DAS) di Provinsi Aceh, kurang lebih 46,40% atau 714.724,38 ha DAS di Provinsi Aceh mengalami kerusakan dari 1.524.624,12 ha total luas DAS di Aceh.

Masih menurut lembaga pemerhati lingkungan itu, Banjir yang terjadi di tujuh daerah Aceh akhir tahun lalu juga disebabkan oleh rusaknya empat DAS yang mengaliri daerah tersebut, yaitu DAS Peusangan di Kabupaten Aceh utara, DAS Tripa di Kabupaten Gayo Lues, DAS Tamiang di Kabupaten Aceh Tamiang, dan DAS Jamboaye di Kabupaten Aceh Timur dan Aceh Utara.

"Kerusakan empat DAS tersebut rata-rata telah mencapai 50 persen," kata Dewa Gumay dari Divisi Kampanye dan Advokasi Walhi Aceh. "Kerusakan hutan dan DAS tersebut dipicu oleh maraknya aktivitas pembalakan liar."

Baharuddin sendiri merasa prihatin ketika diperlihatkan data-data yang ditelaah Walhi itu. Dia hanya berkata singkat, "Kita semua salah. Mungkin tak ada salahnya jika untuk membendung keserakahan kita dengan kearifan yang sudah hidup turun temurun di masyarakatnya," imbuhnya. [Munawardi Ismail] 27/02/07

Doa "Adik" Cristiano Ronaldo Dari Tibang

SENYUM fans "Setan Merah" Manchester United bukan hanya milik penghuni The Theatre of Dreams. Bocah ajaib dari Tibang, Martunis turut merasa aura bahagia yang terpencar dari Old Trafford. Bagaimana tidak, salah seorang bintangnya "Red Devil" adalah "teman" akrab bocah itu. Siapa lagi kalau bukan Cristiano Ronaldo.

Ya, Ronaldo saat ini sedang menikmati kegemilangannya bersama Manchester United. Gelar juara Premiership pun sudah digondolnya. Bukan cuma itu, sebelumnya
Ronaldo sudah meraih empat penghargaan yakni Pemain Terbaik dan Pemain Muda Terbaik pilihan pemain Premiership, Pemain Terbaik pilihan fans dan Pemain Terbaik pilihan wartawan.

Ternyata, raihan itu semua tak luput dari pantauan anak Aceh yang dijuluki "Bocah Ajaib" oleh sebuah tabloid olahraga di Ibu kota. Setiap "tarian" anak muda Portugal di lapangan hijau tak luput dari pantauannya. "Kadang-kadang saya harus bergadang," ujar Martunis, 10, kepada Waspada, Minggu (6/5) petang.

Martunis terpaksa bergadang, karena menyesuaikan jadwal main tim "Setan Merah" yang sering larut malam untuk waktu Indonesia. "Pokoknya setiap Ronaldo main, dia selalu ingin nonton," timpal ayah Martunis, Sarbini saat menerima Waspada dan SCTV di kampungya Tibang, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh.

Martunis dan Ronaldo punya hubungan "khusus". Ceritanya, ketika Nanggroe Aceh Darussalam dihempas tsunami pada 26 Desember 2004 silam, anak kedua dari tiga bersaudara yang lahir dari pasangan Sarbini dan Salwa ini diseret arus ganas ke kawasan Pantai Kuala, yang tak jauh dari Makam Syech Abdurrauf As-Singkily.

Saat ditemukan di makam ulama besar Aceh yang dikenal dengan sebutan Syiah Kuala itu, di tubuh Martunis masih melekat kostum duplikat tim nasional Portugal. Kostum nomor 10 yang bertuliskan nama Rui Costa itu dia kenakan sebelum musibah dahsyat tersebut menggerus Aceh, biasa sebelum gempa, pagi itu dia sedang main bola dengan teman-temannya.

Baju tim sepakbola dari Eropa Timur itulah yang kemudian menggetarkan Cristiano Ronaldo. Singkat kata, Martunis pun diundang ke negara tersebut, 30 Mei - 4 Juni 2005. Dalam lawatan itu, Martunis dan Sarbini disambut bak pahlawan pulang perang. Dia pun ikut menyaksikan laga Portugal kontra Slovakia, yang dimenangkan Ronaldo Cs dengan skor 2-0.

Lantas, sepekan kemudian giliran Ronaldo yang melakukan "kunjungan balasan" ke Aceh. Setelah keliling melihat Aceh yang remuk dilindas tsunami, Ronaldo pun bersua kembali dengan Martunis di Lapangan Neusu Banda Aceh serta Bandara Blangbintang.

Pertemuan, keduanya bagaikan reuni keluarga antara abang dan adik. Kendati pun keduanya harus banyak bicara dengan bahasa "tarzan".
Lantas, keduanya juga saling tukas nomor telepon. "Kini ngak ada lagi no hpnya, sudah hilang dicuri," kata Martunis dalam bahasa Aceh.

Untuk melepas kerinduan kepada "abangnya", Martunis kerap menonton MUTV yang selalu menayangkan aksi lapangan skuad Manchester United. "Kadang-kadang juga nonton ESPN dan Starsport," jelas Tunis seraya yang diamini ayahnya.

Sama seperti Minggu kemarin, selepas bermain bola dengan anak-anak seusianya yang diliput televisi swasta nasional, Tunis langsung pulang menyetel televisi guna menonton aksi ciamik Ronaldo. "Saya paling suka melihat Ronaldo dalam menggiring bola," kata anak yang memfavoritkan Manchester United ini.

Karena itu, Martunis dan rekan-rekannya berharap suatu saat Ronaldo bisa mengajari mereka dalam mendribel bola serta teknis-teknis sepak bola. "Saya masih berharap bisa ketemu lagi dengan 'abang' Ronaldo. Kalau ngak datang ke Aceh, mungkin di Portugal," harap siswa kelas V SD Negeri Tibang itu.

Selain berharap bisa bersua melepas rindu, Tunis mengaku selalu berdoa agar tim yang dibela Ronaldo meraih kemenangan dalam setiap laga. Makanya, tak heran bila senyum Martunis selalu sumringah saat kemenangan berpihak pada Ronaldo. "Saya memang memfavoritkan Portugal, Ronaldo dan timnya Manchester United," tukas dia.

Bagaimana kalau Ronaldo pindah klub? Tanpa ragu Tunis menjawab akan selalu mendukung Ronaldo dan tim yang dibelanya. Namun, akan lain cerita jika pemilik nomor punggung 17 di tim nasional Portugal ini ganti warga negara. Martunis akan pikir-pikir dulu. "Tapi saya tetap dukung Portugal," tandasnya.

Pun demikian, doanya untuk Ronaldo akan terus mengalir, selama pria tampan itu masih kuat menari-nari di lapangan hijau. "Bukan hanya sebatas dukungan, doa pun senantiasa menyertai langkah Ronaldo." sambung Sarbini, orang tua Martunis. [Munawardi Ismail]07/05/07

Meretas Jalan Menuju Kemakmuran...

SYAMSUDDIN Ibrahim menyapu wajah tuanya dengan selembar handuk putih. Dia menarik nafas panjang. Beban berat lepas sudah. Lima menit sebelum itu, dia bersama rekan-rekannya baru saja kerja keras; mendorong satu unit truk colt yang terperangkap di jembatan rusak. "Jalan ini sudah 16 tahun kami lalui, belum ada yang berubah," katanya.

Waktu 16 tahun bukan masa nan singkat bagi Syamsuddin yang sudah berusia 66 tahun itu. Jika bukan karena mencari sesuap nasi, mustahil dia menerobos jalan ini. Syamsuddin memang tidak sendiri, ada Abu Ismail, 45, Sulaiman Daud, 50, serta rekan-rekannya, tiga di antaranya perempuan. Semuanya pedagang keliling.

"Kami sudah rutin, seminggu sekali lewat jalan ini," timpal Abu Ismail, warga Caleue, Kecamatan Indrajaya, Kabupaten Pidie. Rombongan dagang ini baru saja pulang berjualan di Lampanah, Leungah dan Lamteuba. Sebuah kemukiman terpencil dekat pesisir di Kecamatan Seulimeum, Aceh Besar.

Makanya, menerobos lumpur dan melewati semua aral di jalan sudah biasa bagi mereka. Salah satu kawasan yang sedikit berat dilaluinya adalah Seupeng Raya, Biheue, Kecamatan Muara Tiga, Pidie. Daerah ini berbatasan langsung dengan kemukiman Lampanah-Leungah Aceh Besar.

Jalan yang kerap dilintasi "kabilah" dagang itulah yang dipantau rombongan Komisi D DPR Aceh dan Kepala Dinas Prasarana Wilayah Nanggroe Aceh Darussalam. Dimulai dari Krueng Raya melintasi Lampanah-Leungah, menerobos Laweung lewat Batee, sampai ke Tibang, Kecamatan Pidie. Panjangnya 73 kilometer.

Ada agenda besar untuk jalur alternatif yang masih berstatus jalan provinsi ini. Agenda itu bukan hanya membebaskan kawasan itu dari keterisoliran, akan tetapi pengembangan kawasan. "Kalau Pelabuhan Malahayati selesai dan jadi pelabuhan ekspor-impor, jalan ini menjadi jalur alternatif," kata Ridwan Husen, Kadis Praswil kepada wartawan, Minggu (13/5).

Katanya, untuk truk jenis trailer yang bertonase besar akan melintasi jalur ini. "Jadi mereka tidak perlu melintasi lagi jalan Seulawah," kata dia yang diamini Ketua Komisi D DPR Aceh, Sulaiman Abda dan anggotanya Basrun Yusuf.

Harapan ini disambut dengan baik oleh wakil rakyat. "Jalan ini bisa dijadikan sebagai lintasan untuk truk barang, sehingga memperkecil kerusakan jalan lintas Seulawah. Oleh karena itu dukungan BRR dan pemerintah pusat sangat diharapkan," tambah Sulaiman Abda.

Menurut dia, jika pelabuhan Malahayati sudah aktif sebagai pelabuhan kontainer, di mana arus barang dan kendaraan akan meningkat, maka kebutuhan akan pembangunan jalan tersebut menjadi urgen sekali. "Dia menjadi sangat strategis untuk sarana perhubungan darat," katanya.

Nah, untuk mencapai maksud tersebut tak ada pilihan lain, jalan sepanjang 73 kilometer ini harus direhab lagi. Selama ini, sumber dana pembangunan jalan dipesisir itu dari APBD Nanggroe Aceh Darussalam. "Kalau dana ini yang kita ambil bisa bengkak," timpal Anwar Ishak, seorang staf Dinas Praswil.

Karena itu, dia mengusulkan asal status jalan tersebut juga ditingkatkan menjadi jalan negara. "Kalau status sudah masuk jalan negara, sumber pembiayaannya dari APBN. Dana APBD bisa untuk pembangunan sarana yang lain," katanya, sembari lembaga rehab rekons di Aceh mengucurkan dana untuk jalan ini.

Begitu pun, jalan yang bisa dilewati sekarang dianggap bisa menjadi penerobos jalur alternatif ini, selain perlu pengerasan, jalan ini juga baru puluhan meter saja yang beraspal. Namun tahun ini, instansi terkait juga akan melakukan pelebaran. Jika ini sudah dikerjakan, maka ruas yang mulus bukan hanya 20 km dari Krueng Raya saja.

Di jalur Krueng Raya-Tibang ini bukan yang jalan yang penuh lubang. Setidaknya ada tiga jembatan yang juga bernasib sama; rusak. Makanya arus transportasi ke kawasan ini juga minim sekali. Sejak memasuki ruas jalan ini dari Krueng Raya, hanya tiga unit mobil yang melintas dari arah berlawanan.

Selain empat unit mobil rombongan DRP Aceh dan Dinas Praswil, nyaris tak ada kendaraan lain yang menerobos Krueng Raya menuju Pidie. Kecuali milik "kafilah" dagang dari Pidie yang berniaga ke Lampanah-Leungah. Dan itu pun cuma sepekan sekali.

Tentu saja, nasibnya akan berbeda bila jalur tersebut semulus lintasan Seulawah. Selain bakal padat dengan arus kenderaan, juga bisa sekalian refresing dengan panorama pantai sepanjang jalan. Dengan sendirinya warga setempat akan makmur. Setidaknya akan banyak trailer dan "kabilah-kabilah" dagang lain akan melintas.

"Kita harapkan BRR juga menaruh perhatian untuk pembangunan jalan ini. Kontribusinya sangat berarti," sambung Sulaiman Abda.

Kabarnya, jalan sepanjang 73 km itu membutuhkan sedikitnya Rp 210 miliar, jika diaspal hotmix. Mahal memang jalan menuju kemakmuran... [Munawardi Ismail]----------14/05/07